Rabu, 02 Desember 2009

SINDROM CUSHING


TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pada sindrom cushing, kadar kortikosteroid berlebihan, biasanya dari produksi berlebihan pada kelenjar adrenal.
  • Sindrom cushing biasanya diakibatkan dari tumor yang menyebabkan kelenjar adrenalin menghasilkan kortikosteroid berlebihan.
  • Orang dengan sindrom cushing biasanya menghasilkan lemak berlebihan melalui torso dan mempunyai bentuk wajah yang besar.
  • Dokter mengukur kadar kortisol untuk mengenali sindrom cushing.
  • Operasi atau terapi radiasi seringkali dibutuhkan untuk mengangkat sebuah tumor.
Kelenjar adrenalin bisa memproduksi kortikosteropid secara berlebihan diakibatkan masalah pada kelenjar adrenalin atau diakibatkan terlalu banyak rangsangan dari kelenjar pituitary. Ketidaknormalan pada kelenjar pituitary, seperti sebuah tumor, bisa menyebabkan pituitary menghasilkan kortikotropin dalam jumlah besar, hormon yang mengendalikan produksi kortikosteroid dari kelenjar adrenalin. Tumor diluar kelenjar pituitary, seperti kanker sel kecil paru-paru, bisa menghasilkan kortikotropin dengan baik (sebuah kondisi yang disebut sindrom kortikotropin ectopic). Kortikotropin bisa juga dihasilkan oleh sebuah tumor yang disebut carcinoid, yang bisa terjadi hampir di seluruh bagian di dalam tubuh.
PENYEBAB
Kadangkala tumor yang tidak bersifat kanker (adenoma) terjadi pada kelenjar adrenalin, yang menyebabkan kelenjar adrenalin menghasilkan kortikosteroid secara berlebihan. Adrenal adenomas sangat umum. Setengah orang mengalaminya pada usia 70. hanya bagian kecil pada adenomas menghasilkan hormon berlebihan, meskipun begitu tumor yang tidak bersifat kanker pada kelenjar adrenalin sangat langka.

Sindrom cushing bisa terjadi juga pada orang yang harus menggunakan kortikosteroid dosis tinggi karena keadaan medis serius. Mereka yang harus mengggunakan dosis tinggi memiliki gejala yang sama dengan mereka yang menghasilkan terlalu banyak hormon tersebut. Gejala-gejalanya bisa kadangkala terjadi bahkan jika kortikosteroid dihirup, seperti untuk asma, atau digunakan khususnya untuk sebuah kondisi kulit.
GEJALA
Kortikosteroid berubah-ubah banyaknya dan didistribusikan ke lemak tubuh. lemak tubuh terbentuk melaui torso dan kemungkinan nyata sekali diatas punggung. Seseorang dengan sindrom cushing biasanya memiliki muka yang besar, (muka bulan). Tangan dan kaki biasanya ramping pada bagian batang yang menebal. Otot kehilangan kekuatannya, dan menjadi lemah. Kulit menjadi tipis, mudah memar, kurang sembuh dengan baik ketika memar atau luka. Lapisan warna ungu yang terlihat seperti tanda kerutan bisa terbentuk diatas perut. orang dengan sindrom cushing cenderung mudah lelah.

Kadar kortikosteroid tinggi setiap waktu meningkatkan tekanan darah, melemahkan tulang (osteoporosis), dan mengurangi perlawana terhadap infeksi. Resiko terbentuknya batu ginjal dan diabetes meningkat, dan gangguan mental, termasuk depresi dan halusinasi, bisa terjadi. Wanita biasanya memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur. Anak dengan sindrom cushing lambat bertumbuh dan tetap pandek. Pada beberapa orang, kelenjar adrenal juga menghasilkan androgen dalam jumlah besar (testosteron dan hormon sejenisnya), menyebabkan peningkatan muka dan rambut tubuh pada wanita dan kebotakan.
Gejala sindrom Cushing antara lain:
  • Berat badan naik, terutama di sekitar perut dan punggung bagian atas;
  • Kelelahan yang berlebihan;
  • Otot terasa lemah;
  • Muka membundar (moon face);
  • Edema (pembengkakan) kaki;
  • Tanda merah/pink pada kulit bagian paha, pantat, dan perut;
  • Depresi;
  • Periode menstruasi pada wanita yang tidak teratur;
DIAGNOSA
Ketika dokter menduga sindrom cushing, mereka mengukur kadar kortisol, hormon utama kortikosteroid, pada darah. Secara normal, kadar kortisol tinggi pada pagi hari dan rendah pada malam hari. Pada orang yang memiliki sindrom cushing, kadar kortisol sangat tinggi setiap hari.
Jika kadar kortisol tinggi, dokter bisa menganjurkan tes suppression deksametason. Deksametason menekan kelenjar pituitary dan harus menyebabkan tekanan pada pengeluaran kortisol dengan kelenjar adrenalin. Jika sindrom cushing disebabkan oleh terlalu banyak rangsangan pituitary, kadar kortisol akan jatuh kebeberapa perluasan, meskipun tidak sebanyak pada orang yang tidak memiliki sindrom cushing. Jika sindrom cushing mempunyai penyebab lain, kadar kortisol akan tetap tinggi. Kadar kortikotropin yang tinggi lebih lanjut menyebabkan rangsangan berlebihan pada kelenjar adrenalin.
Tes imaging kemungkinan dibutuhkan untuk memastikan penyebab pasti, termasuk sebuah computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) scan pada pituitary atau kelenjar adrenalin dan sebuah sinar-X dada atau CT scan pada paru-paru. Meskipun begitu, tes-tes ini bisa kadangkala gagal untuk menemukan tumor.
Ketika produksi berlebihan pada kortikotropin dinyatakan sebagai penyebab, contoh darah kemungkinan diambil dari pembuluh yang mengeringkan pituitary untuk melihat jika hal tersebut adalah sumber.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
1. Uji kadar kortisol plasma > 5 µg/dl pada sampel jam 8 pagi setelah pemberian deksametason pada tengah malam.
2. Uji urine 24 jam dengan kadar kortisol bebas > 100 µg/hari
3. Supresi deksametason dosis rendah selama 2 hari, kegagalan menekan kortisol plasma hingga < dl =" sindrom">
PENGOBATAN
Pengobatan bergantung pada apakah masalah pada kelenjar adrenal, kelenjar pituitary, atau daerah lain. Operasi atau terapi radiasi kemungkinan dibutuhkan untuk mengangkat atau menghancurkan tumor pituitary. Tumor pada kelenjar adrenalin (biasanya adenomas) bisa seringkali bisa diangkat dengan cara operasi. Kedua kelenjar adrenalin bisa diangkat jika pengobatan ini tidak efektif atau jika tidak terdapat tumor. Orang yang kedua kelenjar adrenalinnya diangkat, dan banyak orang yang memiliki bagian pada kelenjar adrenalinnya diangkat, harus menggunakan kortikosteroid untuk hidup. Tumor diluar pituitary dan kelenjar adrenalin yang mengeluarkan hormon berlebihan biasanya diangkat dengan cara operasi. Obat-obatan tertentu, seperti metyrapone atau ketoconazole, bisa menurunkan kadar kortisol dan bisa digunakan ketika menunggu pengobatan yang lebih pasti seperti operasi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
  1. Harrison’s. Principles of Internal Medicine. 17th Edition. United State of America. 2008.
  2. Sudoyo A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006
  3. Sylvia AP, Lourraine MW. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi ke 6. Vol II. Jakarta : EGC . 2003.
  4. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2006.

SINDROM METABOLIK 2

SINDROM METABOLIK

Pengertian

Sindrom Metabolik yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom X merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pancreas. Disfungsi ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe.

Epidemiologi

Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.

Etiologi

Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan psikososial dan infark miokard.

Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia, peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam urat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol. Akhir-akhir ini diketahui pula bahwa resistensi insulin juga dapat menimbulkan Sindrom Ovarium Polikistik dan Non Alcoholic Steato Hepatitis (NASH).

Faktor Resiko

▪ Lingkar panggul yang lebar

▪ Kuranngnya aktivitas

▪ Resistensi insulin

Beberapa orang memiliki faktor resiko terhadap sindrom metabolic karena obat-obatan yang dapat menyebabkan peningkatan berat badan atau perubahan tekanan darah, kolesterol, maupun gula darah. Obat-obatan yang digunakan untuk inflamasi, alergi, HIV dan depresi.

Patofisiologi

Resistensi insulin

Menggambarkan resistensi insulin insulin-mediated gangguan pembuangan glukosa, penghambatan lipolysis, atau penghambatan glukoneogenesis, sering menghasilkan hyperinsulinemia sebagai sarana untuk mengatasi resistensi jaringan (misalnya, dalam kerangka otot). Ini menciptakan keadaan fisiologis yang secara signifikan meningkatkan kemungkinan pengembangan banyak kelainan metabolik yang sama yang membentuk sindrom metabolik. Didokumentasikan di antara yang terbaik adalah intoleransi glukosa dan dislipidemia (trigliserid tinggi, rendah HDL-C). Namun, sindrom metabolik, terutama seperti yang didefinisikan oleh kriteria ATP III, tidak sama dengan resistensi insulin. Bahkan, kepekaan sindrom metabolik untuk muncul resistensi insulin menjadi 46%, sedangkan spesifisitas adalah 93%. 9 Dalam kata lain, 93% orang yang mengalami sindrom metabolik benar-benar memiliki resistansi insulin, dan hanya 46% dari mereka dengan insulin perlawanan benar-benar memiliki sindrom metabolik, yang menunjukkan bahwa individu tanpa sindrom ini mungkin masih beresiko untuk banyak komplikasi yang terkait dengannya.

Profil lipid aterogenik yang terkait dengan resistensi insulin termasuk HDL-C rendah, penurunan diameter low-density lipoprotein (LDL) partikel (kecil, padat LDL) dan HDL partikel, puasa hipertrigliseridemia, dan trigliserida postprandial akumulasi sisa-sisa yang kaya. 10 dyslipidemic kriteria ditetapkan oleh ATP III Oleh karena itu sering terjadi pada individu-individu resisten insulin.

Resistansi insulin juga terkait erat dengan hipertensi. Sebagai penanda resistensi insulin, hyperinsulinemia memprediksi perkembangan hipertensi pada semua kelompok umur. Selain itu, hingga 50% dari pasien hipertensi resisten insulin. Meskipun pemahaman lengkap tentang hubungan sebab-akibat masih kurang, meningkatkan retensi natrium ginjal dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik adalah 2 mekanisme yang bermain di kedua resistensi insulin dan hipertensi. Namun, pengembangan hipertensi adalah proses yang kompleks, dan sudah jelas bahwa resistensi insulin hanyalah salah satu dari banyak kontributor.

Pada awalnya, sebagian besar asosiasi antara resistensi insulin dan metabolik kelainan yang ditunjukkan dalam studi klinis kecil. Sebagai kelainan spektrum menjadi lebih jelas, studi populasi yang besar mengukuhkan hubungan. San Antonio Jantung Studi menunjukkan bahwa individu yang mengembangkan hipertensi, trigliserida tinggi, rendah kadar HDL-C, LDL-C tinggi tingkatan, atau diabetes tipe 2 jauh lebih mungkin memiliki dasar yang lebih tinggi tingkat insulin. 11 The Third National Health and Survei Pemeriksaan Nutrisi (NHANES III) menemukan bahwa, sebagai individu maju melalui spektrum intoleransi glukosa, peluang mereka mengembangkan sindrom metabolik meningkat secara signifikan. 12metabolik sindrom terjadi pada 30% dari mereka dengan gangguan toleransi glukosa (IGT), 70% dengan gangguan puasa glukosa (IFG), dan hampir 90% dengan diabetes. Sebuah analisis data terbaru dari The Veterans Affairs High-Density Lipoprotein Intervensi Pengadilan, yang mencakup lebih dari 2500 individu, menemukan bahwa mereka yang memiliki tingkat insulin plasma yang lebih tinggi pada awal, karena itu mungkin telah insulin resisten, memiliki tingkat lebih rendah HDL-C dan tingkat yang lebih tinggi trigliserida.13 Pada akhir studi, itu adalah subset ini pasien yang mendapat manfaat paling banyak dari gemfibrozil (lopid) terapi.

Kriteria Diagnosis

Unsur Sindrom Metabolik

WHO

NCEP ATP III

EGIR

ACE

IDF

Hipertensi

Dalam pengobatan anti hipertensi dan/atau TD >140/90 mmHg

Dalam pengobatan anti hipertensi atau TD >130/85 mmHg

TD sistolik ≥140 mmHg, dan/atau TD diastolic ≥90 mmHg, dan/atau dalam pengobatan anti hiprtensi

TD >130/85 mmHg

TD sistolik ≥130 mmHg atau TD diastolik ≥85 mmHg, atau dalam pengobatan antihipertensi

Dislipidemia

Plasma TG > 150 mg/dL dan/atau HDL-C L<35mg/dl

P<40mg/dl

Plasma TG > 150 mg/dL HDL-C L<40mg/dl

P<50mg/dl

Plasma TG > 180 mg/dL HDL-C <>

Plasma TG > 150 mg/dL HDL-C L<40mg/dl

P<50mg/dl

Plasma TG > 150 mg/dL dan/atau dalam pengobatan dislipidemia HDL-C L<40mg/dl

P<50mg/dl,>

Obesitas

IMT > 30 kg/m2 dan/atau rasio perut pinggul

L > 0,90

P > 0,85

Lingkaran perut

L > 102 cm

P > 88 cm

Lingkaran perut

L > 94 cm

P > 80 cm

Obeitas sentral (lingkaran perut)

Asia :

L > 90 cm

P > 80 cm

(nilai tergantung jenis etnis)

Gangguan Metabolisme Glukosa

DM tipe 2 atau TGT

GD puasa > 110 mg/dL

GD puasa > 110 mg/dL

GD puasa 110-125 mg/dL

2 jam PP

140-200 mg/dL

GD puasa ≥100 mg/dL atau didiagnosis DM tipe 2

Lain-lain

Mikroalbuminuria >20 µg/menit (30 mg/g Cr)

Hiperinsulinemia (konsentrasi insulin puasa > kuartil atas populasi non-diabetes)

Kriteria Diagnosis

DM tipe 2 atau TGT dan 2 kriteria diatas. Jika toleransi glukosa normal, diperlukan 3 kriteria

Minimal 3 kriteria

DM tipe 2 TGT dan 2 kriteria diatas. Jika toleransi glukosa normal diperlukan 3 kriteria.

Obesitas sentral + 2 kriteria diatas

Pemeriksaan laboratorium, meliputi :

Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.

Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment) untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis.

Highly sensitive C-reactive protein

Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.

USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.

Penatalaksanaan

Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang penatalaksanaan Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap komponen2 Sindrom Metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan pasien mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.

1. Latihan fisik

Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.

2. Diet

Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil2 dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total.

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan darah sistolik antara 120 – 139 mmHg atau diastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini untuk mencegah penyakit kardiovaskular.

Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat badan.

Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post prandial dan insulin.

3. Farmakoterapi

Terhadap pasien2 yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat ditatalaksana hanya dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Intervensi farmakologik yang agresif terhadap faktor2 risiko telah terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

  1. Harrison’s. Principles of Internal Medicine. 17th Edition. United State of America. 2008.
  2. Sudoyo A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006
  3. Sylvia AP, Lourraine MW. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi ke 6. Vol II. Jakarta : EGC . 2003.
  4. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2006.

HIPERTIRODISM

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Hipertiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan, sehingga menghasilkan sejumlah besar hormon tiroid. Hipertiroidisme bisa ditemukan dalam bentuk penyakit Graves, gondok noduler toksik atau hipertiroidisme sekunder.

Penyakit Graves

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) dipercaya disebabkan oleh suatu antibodi yang merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon torid yang berlebihan.
Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan 3 gejala tambahan khusus:

  • Seluruh kelenjar terangsang, sehingga kelenjar sangat membesar, menyebabkan suatu benjolan di leher (gondok, goiter)
  • Eksoftalmus (mata menonjol). Hal ini terjadi sebagai akibat dari penimbunan zat di dalam orbit mata.
  • Penonjolan kulit diatas tulang kering.

Otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga sulit atau tidak mungkin menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkoordinir gerakan mata, akibatnya terjadi pandangan ganda.
Kelopak mata tidak dapat menutup secara sempurna, sehingga mata terpapar oleh benda-benda asing dan mengalami kekeringan.

Perubahan mata ini bisa terjadi bertahun-tahun sebelum gejala lainnya timbul (merupakan pertanda awal dari penyakit Graves) atau bisa juga muncul setelah gejala lainnya timbul.

Gejala mata bahkan bisa terjadi atau bertambah buruk setelah pelepasan hormon tiorid yang berlebihan ini diobati dan berhasil dikendalikan. Gejala mata bisa dikurangi dengan:

o Menempatkan kepala pada posisi yang lebih tinggi di tempat tidur

o Memberikan obat tetes mata

o Tidur dengan kelopak mata tertutup, dengan bantuan plester

o Mengkonsumsi obat diuretik (kadang-kadang).

o Penglihatan ganda bisa diatasi dengan memakai kacamata prisma.
Jika tindakan-tindakan diatas tidak membantu, mungkin perlu diberikan obat kortikosteroid, terapi sinar X atau pembedahan mata.

Zat yang tertimbun di belakang mata juga bisa tertimbun di dalam kulit, biasanya diatas tulang kering. Daerah penebalan in bisa terasa gatal dan merah serta terasa keras jika ditekan dengan jari tangan. Penebalan kulit ini juga bisa terjadi sebelum atau sesudah gejala hipertiroidisme lainnya muncul.

Untuk mengurangi gatal dan kekerasan kulit, bisa diberikan krim atau salep kortikosteroid. Gangguan ini seringkali menghilang dengan sendirinya beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.

Goiter noduler toksika

Pada goiter noduler toksika, satu atau beberapa nodul di dalam tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiorid dan berada diluar kendali TSH (thyroid-stimulating hormone.

Nodul tersebut benar-benar merupakan tumor tiroid jinak dan tidak berhubungan dengan penonjolan mata serta gangguan kulit pada penyakit Graves.

Hipertiroidisme sekunder

Hipertiroidisme bisa disebabkan oleh tumor hipofisa yang menghasilkan terlalu banyak TSH, sehingga merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah perlawanan hipofisa terhadap hormon tiroid, sehingga kelenjar hipofisa menghasilkan terlalu banyak TSH.

Wanita dengan mola hidatidosa (hamil anggur) juga bisa menderita hipertiroidisme karena perangsangan yang berlebihan terhadap kelenjar tirois akibat kadar HCG (human chorionic gonadotropin) yang tinggi dalam darah.
Jika kehamilan anggur berakhir dan HCG tidak ditemukan lagi di dalam darah, maka hipertiroidisme akan menghilang.


PENYEBAB
Penyebab dari hipertiroidisme adalah:

  • Reaksi imunologis
  • Tiroiditis
  • Adenoma tiroid toksik

Hipertioridisme


GEJALA
Pada hipertiroidisme, apapun penyebabnya, terjadi peningkatan fungsi tubuh:

  • Jantung berdetak lebih cepat dan bisa terjadi kelainan irama jantung, yang bisa menyebabkan palpitasi (jantung berdebar-debar)
  • Tekanan darah cenderung meningkat
  • Penderita merasakan hangat meskipun berada dalam ruangan yang sejuk
  • Kulit menjadi lembab dan cenderung mengeluarkan keringat yang berlebihan
  • Tangan memperlihatkan tremor (gemetaran) halus
  • Penderita merasa gugup, letih dan lemah meskipun tidak melakukan kegiatan yang berat
  • Nafsu makan bertambah, tetapi berat badan berkurang
  • Sulit tidur
  • Sering buang air besar, kadang disertai diare
  • Terjadi perubahan pada mata : bengkak di sekitar mata, bertambahnya pembentukan air mata, iritasi dan peka terhadap cahaya. Gejala ini akan segera menghilang setelah pelepasan hormon tiroid terkendali, kecuali pada penyakit Graves yang menyebabkan gangguan mata khusus.


KOMPLIKASI

Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid, yang terjadi secara tiba-tiba. Badai tiroid bisa menyebakan:

  • Demam
  • Kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa
  • Kegelisahan
  • Perubahan suasana hati
  • Kebingungan
  • Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)
  • Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.

Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan segera. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok.

Badai tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena pengobatan yang tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:

o Infeksi

o Trauma

o Pembedahan

o Diabetes yang kurang terkendali

o Ketakutan

o Kehamilan atau persalinan

o Tidak melanjutkan pengobatan tiroid

o Stres lainnya.

o Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak.



DIAGNOSA

Tanda-tanda vital (suhu, nadi, laju pernafasan, tekanan darah) menunjukkan peningkatan denyut jantung. Tekanan darah sistolik bisa meningkat. Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan adanya pembesaran kelenjar tiroid atau gondok.

Untuk menilai fungsi tiroid dilakukan pemeriksaan:

  • TSH serum (biasanya menurun)
  • T3, T4 (biasanya meningkat).



PENGOBATAN

Hipertiroidisme biasanya dapat diatasi dengan obat-obatan, pilihan lainnya adalah pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid atau pemberian yodium radioaktif.
Setiap pengobatan memiliki kelebihan dan kekurangan.

Agar bekerja sebagaimana mestinya, kelenjar tiroid memerlukan sejumlah kecil yodium; jumlah yodium yang berlebihan bisa menurunkan jumlah hormon yang dibuat dan mencegah pelepasan hormon tiroid. Karena itu untuk menghentikan pelepasan hormon tiroid yang berlebih, bisa diberikan yodium dosis tinggi. Pemberian yodium terutama bermanfaat jika hipertiroidisme harus segera dikendalikan (misalnya jika terjadi badai tiroid atau sebelum dilakukan tindakan pembedahan). Yodium tidak digunakan pada pengobatan rutin atau pengobatan jangka panjang.

Propiltiourasil atau metimazol, merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengobati hipertiroidisme. Obat ini memperlambat fungsi tiroid dengan cara mengurangi pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Kedua obat tersebut diberikan per-oral (ditelan), dimulai dengan dosis tinggi, selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan darah terhadap hormon tiroid.

Obat ini biasanya bisa mengendalikan fungsi tiroid dalam waktu 6 minggu sampai 3 bulan. Dosis yang lebih tinggi bisa mempercepat pengendalian fungis tiroid, tetapi resiko terjadinya efek samping juga meningkat.

Efek samping yang terjadi bisa berupa reaksi alergi (ruam kulit), mual, hilang rasa dan penekanan sintesa sel darah merah di sumsum tulang. Penekanan sumsum tulang bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih, sehingga penderita sangat peka terhadap infeksi.

Pada wanita hamil, penggunaan propiltriurasil lebih aman dibandingkan dengan metimazol karena lebih sedikit obat yang sampai ke janin.

Obat-obat beta bloker (misalnya propanolol) membantu mengendalikan beberapa gejala hipertiroidisme. Obat ini efektif dalam memperlambat denyut jantung yang cepat, mengurangi gemetar dan mengendalikan kecemasan.

Beta bloker terutama bermanfaat dalam mengatasi badai tiroid dan penderita yang memiliki gejala yang mengganggu atau berbahaya, yang hipertiroidismenya tidak dapat dikendalikan oleh obat lain. Tetapi beta bloker tidak mengendalikan fungsi tiroid yang abnormal.

Hipertiroidisme juga bisa diobati dengan yodium radioaktif, yang menghancurkan kelanjar tiroid. Yodium radioaktif per-oral memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap tubuh, tetapi memberikan pengaruh yang besar terhadap kelenjar tiroid. Karena itu dosisnya disesuaikan sehingga hanya menghancurkan sejumlah kecil tiroid agar pembentukan hormon kembali normal, tanpa terlalu banyak mengurangi fungsi tiroid.
Sebagian besar pemakaian yodium radioaktif pada akhirnya menyebakan hipotiroidisme. Sekitar 25% penderita mengalami hipotiroidisme dalam waktu 1 tahun setelah pemberian yodium radioaktif.

Yodium radioaktif tidak diberikan kepada wanita hamil karena bisa melewati sawar plasenta dan bisa merusak kelenjar tiroid janin.

Pada tiroidektomi, kelenjar tiroid diangkat melalui pembedahan.
Pembedahan merupakan terapi pilihan untuk:

o Penderita muda

o Penderita yang gondoknya sangat besar

o Penderita yang alergi terhadap obat atau mengalami efek samping akibat obat.
Setelah menjalani pembedahan, bisa terjadi hipotiroidisme. Kepada penderita ini diberikan terapi sulih hormon sepanjang hidupnya.

Komplikasi lain dari pembedahan adalah kelumpuhan pita suara dan kerusakan kelenjar paratiroid (kelenjar kecil di belakang kelenjar tiroid yang mengendalikan kadar kalsium dalam darah).

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

  1. Harrison’s. Principles of Internal Medicine. 17th Edition. United State of America. 2008.
  2. Sudoyo A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006
  3. Sylvia AP, Lourraine MW. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Edisi ke 6. Vol II. Jakarta : EGC . 2003.
  4. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2006.