Selasa, 13 Maret 2012

ASFIKSIA NEONATORUM

DEFINISI

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Suatu kondisi akibat kekurangan oksigen (hipoksia) dan atau gangguan pada berbagai organ yang cukup penting. Jika disertai dengan hipoventilasi dapat menyebabkan hiperkapnia. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan factor yang terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterus.

GEJALA KLINIK

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

ETIOLOGI

Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari :

1. Faktor ibu

Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesi dalam.

Gangguan aliran darah uterus, mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan (a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit eklampsia, dll.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dll

4. Faktor neonatus

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : (a) pemakaian obat anestesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b) trauma pada persalinan, (c) kelainan congenital pada bayi.

FAKTOR PREDISPOSISI

Ante Partum

-Usia > 35 tahun -Kehamilan lebih bulan

-Ibu DM -Kehamilan ganda

-Hipertensi pada kehamilan -Dismaturitas

-Hipertensi kronik -Kecanduan obat pada ibu

-Anemia -Ketuban pecah dini

-Infeksi pada ibu

Intrapartum

-Sungsang atau kelainan letak -Prolaps tali pusat

-Prematur -Plasenta previa

-Ketuban pecah dini >24 jam

-Persalinan lama

-Pemakaian anestesia umum

PATOFISIOLOGIS

Perubahan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemeroseptor. Pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan/persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.

Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobic yang berupa glikolisis, glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organic yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :

(a) hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung,

(b) terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung,

(c) pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula ke system sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.

Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

Maclaurin (1970) menggambarkan secara skematus perubahan yang penting dalam tubuh selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan gambaran klinis.

Pada skema tersebut secara sederhana disimpulkan keadaan-keadaan pada asfiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya yaitu : (1) menurunnya tekanan O2 darah (PaO2), (2) meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2), (3) menurunnya pH (akibat asidosis respiratorik dan metabolic), (4) dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerobic, (5) terjadinya perubahan system kardiovaskular. Mengenal dengan tepat perubahan tersebut di atas sangat penting, karena hal itu merupakan manifestasi daripada tiingkat asfiksia yang terjadi. Tindakan yang dilakukan pada bayi asfiksia hanya akan berhasil dengan baik bila perubahan yang terjadi dapat dikoreksi secara adekuat.

MANIFESTASI KLINIS

Patokan yang dinilai adalah : (1) menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas, (3) menilai tonus otot; (4) menilai refleks rangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap criteria diberi angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar (lihat tabel. Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pnegisapan lender dengan sempurna. Skor Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi baru lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas normal.

SKOR APGAR

Tanda

0

1

2

Jumlah Nilai

Frekuensi jantung

Tidak ada

Kurang dari 100/menit

Lebih dari 100/menit

Pernafasan

Tidak ada

Tidak teratur

Baik

Tonus otot

Lemah

Sedang

Baik

Peka rangsang

Tidak ada

Meringis

Menangis

Warna

Biru/pucat

Tubuh kemerahan, ekstremias biru

Tubuh dan ekstremitas merah jambu

Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :

1. Vigorous baby, skor apgar 7-10. dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang). Skor Apgar 4-6. pada pemeriksaan fisis akan terlhat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurag baik atau baik, sianosis, refleks iritabiitas tidak ada

3. (a) Asfiksia berat. Skor apgar 0-3. pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tons otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada. (b) asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.

TINDAKAN PADA ASFIKSIA NEONATORUM

Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkn timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :

1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsag timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancer

2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah

3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi

4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik

Cara resusitasi terbagi atas tindakan umum dan tindakan khusus

Tindakan umum berupa :

1. Pengawasan suhu

2. Pembersihan jalan nafas

3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Sedangkan tindakan khusus dilakukan bila tindakan umum tidak memperoleh hasil yang memuaskan, barulah dilakukan tindakan khusus. Cara yang dikerjakan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor Apgar.

Asfiksia berat (skor Apgar 0-3)

Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dikerjakan. Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan tekanan dan intermiten. Caa yang terbaik ialah dengan melakukan intubasi endotrakeal. Setelah kateter diletakkan dalam trakea, ) O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 cm H2O. Hal ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya inflasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi rupture alveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara yang mengandung O2 tinggi ke dalam kateter secara mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa. Bila diragukan akan timbulnya infeksi, terhadap bayi yang mendapat tindakan ini dapat diberikan antibiotika profilaksis. Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang membutuhkan koreksi segera, karena itu bikarbonas natrikus diberikan dengan dosis 2-4 mEq/KgBB.

Disamping itu diberikan pula glukosa 15-20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikkan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui vena umbilikalis. Perlu diperhatikan bahwa reaksi optimal obat-obatan ini akan tampak jelas apabila pertukaran gas (ventilasi) paru sedikit banyak telah berlangsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar