TINJAUAN
PUSTAKA
PENDAHULUAN
Idiopathic
Thombocytopenic Purpura (ITP) adalah suatu keadaan perdarahan yang ditandai
dengan (1) trombositopenia, dimana jumlah trombosit dibawah 100.000/uL sering
ditemukan; (2) normal atau meningkatnya jumlah megakariosit di sumsum tulang; dan
(3) tidak ditemukannya gangguan atau penyakit lain yang menimbulkan
trombositopeni.
Berkurangnya
jumlah trombosit pada ITP kini banyak diduga akibat adanya suatu proses imun
yang menyebabkan sensitisasi terhadap trombosit sehingga destruksinye
meningkat. Hampir separuh dari kasus ITP pada anak memiliki riwayat infeksi
virus sebelumnya.
ITP pada anak umumnya bersifat benigna
dan sebagian besar mengalami remisi spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan.
Keadaan umum pasien bisa sangat baik, diagnosis klinis dapat ditegakkan dengan
melihat gejala klinis berupa manifestasi perdarahan di permukaan kulit dan
mukosa, serta hasil pemeriksaan darah lengkap khususnya jumlah trombosit.
Karena
sifatnya yang sebagian besar remisi sempurna tidak semua anak dengan ITP
diberikan terapi medikamentosa. Pemberian obat-obatan pada ITP ialah berusaha
untuk mempertahankan ketahanan trombosit dalam sirkulasi. Bentuk terapi yang
ada saat ini diantaranya terapi kortikosteroid dan IVIG. Splenektomi dapat
dipertimbangkan tergantung dari usia dan sifat dari ITP yang diderita pasien.1
DEFINISI
Purpura trombositopenik imun atau ITP
adalah suatu penyakit perdarahan yang didapat sebagai akibat dari penghancuran
trombosit yang berlebihan, ditandai
dengan ; trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), Purpura ,
gambaran darah tepi yang umumnya normal dan tidak ditemukan penyebab
trombositopenia yang lainnya. Pada pengamatan diketahui bahwa seorang ibu yang
menderita ITP baik aktif maupun sedang dalam masa remisi sering melahirkan anak
yang kemudian melahirkan anak yang kemudian menderita ITP, keadaan ini kemudian
menimbulkan dugaan bahwa adanya faktor humoral dari ibu yang masuk kedarah
bayi. Penemuan terbaru menyebutkan bahwa penyebab dari dari ITP telah diketahui
dimana etiologinya lewat mekanisme imun, maka ITP disebut sebagai pupura trombositopenik imun.
Istilah
purpura merujuk pada perdarahan di kulit ataupun pada selaput lendir. Diagnosis
morfologi purpura dibuat berdasarkan 3 P yaitu apakah lesinya purpuric, primer, dan palpable. Dikatakan purpuric bila warna menunjukkan suatu perdarahan—biasanya gradasi
merah, biru atau ungu—dan warnanya tidak hilang bila kulit setempat ditekan.
Selanjutnya menentukan apakah lesi ini primer ialah dengan memperhatikan apakah
terdapat penyebab eksogen seperti bekas gigitan serangga atau tidak. Bila
terdapat bekas gigitan serangga maka ini bukan purpura. Pada perabaan purpura
biasanya rata dengan permukaan kulit walau dapat teraba menonjol bila terjadi
proses inflamasi setempat.
ITP
merupakan suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekie atau
ekimosis di kulit ataupun mukosa dan adakalanya terjadi pada berbagai jaringan
dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Selain itu
saat ini sudah berkembang pendapat bahwa ITP merupakan respon imun yang tidak
diketahui sebabnya terhadap trombosit yang memicu peningkatan destruksi
trombosit dan menyebabkan defisiensi trombosit.2
INSIDEN
PTI diperkirakan merupakan salah satu
penyebab kelainan perdarahan yang didapat yang dapat ditemukan oleh dokter
anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak
pertahun.dibagian ilmu kesehatan anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru
pada tahun 2000. Delapan puluh hingga 90% anak dengan PTI menderita episode
perdarahan akut yang akan pulih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai
dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada PTI akut tidak ada
perbedaan insidens laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada
usia 2 -5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri atau virus ataupun
imunisasi 1 – 6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan sering
terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3. PTI rekuren didefisinikan
sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1 – 4% anak
dengan PTI.2
Mortalitas / Morbiditas
·
Penyebab utama jangka panjang morbiditas dan kematian pada pasien dengan
kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP) adalah perdarahan.3
·
Perdarahan intrakranial: Yang paling sering menjadi penyebab
kematian berkaitan dengan kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP) adalah
spontan atau disengaja intrakranial trauma akibat pendarahan. Sebagian besar
kasus perdarahan intrakranial terjadi pada pasien yang menghitung trombosit
kurang dari 10 X 10 9 / L (<10 x 10 3 / μL). 4 situasi ini terjadi pada
0,5-1% anak-anak dan setengah fatal. Dalam sebuah studi , 17% anak-anak
mengalami pendarahan besar.
5
·
Morbiditas yang berhubungan dengan pengobatan: Untuk mempertahankan
jumlah platelet dalam kisaran yang aman pada pasien dengan pengobatan kronis
resisten thrombocytopenic kekebalan purpura (ITP), jangka panjang tentu saja
dari kortikosteroid, obat-obatan imunosupresif lainnya, atau mungkin diperlukan
splenektomi. Pada pasien dengan kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP),
morbiditas dan kematian dapat dikaitkan dengan pengobatan, yang mencerminkan komplikasi terapi dengan
kortikosteroid atau
splenektomi.
Sebelum
membahas ITP lebih jauh, sebaiknya seseorang harus memiliki pemahaman mengenai
perdarahan, pembekuan darah dan kelainan perdarahan (diatesis hemoragik) karena
manifestasi klinis gangguan perdarahan dapat hampir serupa satu dengan lainnya.13
- Perdarahan,
Pembekuan Darah, dan Diatesis Hemoragik
Perdarahan ialah ke
keluarnya darah dari salurannya yang normal (arteri, vena atau kapiler) ke
dalam ruangan ekstra vaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.
Rangkaian peristiwa pada hemostasis pada
lokasi jejas vaskular secara umum antara lain
§ Setelah jejas awal terjadi , terjadi periode vasokonstriksi arteriol yang singkat,
yang sebagian besar disebabkan oleh mekasnisme neurogenik dan diperkuat oleh
sekresi lokal faktor, seperti endotelin (vasokonstriksi kuat yang berasal dari
endotel). Namun efeknya berlangsung sesaat dan perdarahan akan terjadi kembali
karena efek ini tidak dimaksudkan untuk mengaktitivasi trombosit dan sistem
pembekuan.
§ Jejas endotel juga membongkar matriks
ekstraseluler (ECM) subendotel yang sangat trombogenik yang memungkinkan
trombosit menempel dan menjadi aktif yaitu mengalami suatu perubahn bentuk dan
melepaskan granula sekretoris. Dalam beberapa menit , produk yang disekresikan
telah merekrut trombosit tambahan (agregasi) untuk membentuk sumbatan
hemostatik; kejadian ini merupakan proses hemostasis
primer.
§ Faktor
jaringan, suatu faktor
prokoagulan dilapisi membran yang disintesis oleh endotel, juga dilepaskan pada
lokasi jejas. Faktor ini bekerja sam dengan faktor trombosit yang disekresikan
untuk mengaktifkan kaskade koagulasi dan berpuncak pada aktivasi trombin.
Selanjutnya trombin akan memecahkan fobronogen dalam sirkulasi menjadi fibrin
tidak terlarut, menghasilkan suatu deposisi anyaman fibrin. Trombin juga
menginduksi rekrutmen trombosit dan pelepasan granula lebih lanjut. Rangkaian hemostasis sekunder ini memerlukan waktu
lebih lama dibandingkan dengan pembentukan sumbatan trombosit awal.
§ Fibrin
terpolimerasi dan agregat
trombosit membentuk suatu sumbat permanen yang keras untuk mencegah perdarahan
lebih lanjut. Pada tahapan ini mekanisme kontra-regulasi (misalnya aktivator plasminogen jaringan [t-PA])
digerakkan untuk membatasi sumbatan hemostasik pada lokasi jejas
Selama hemostasis,
pembuluh darah yang terluka akan menkonstriksikan dirinya agar darah mengalir
lebih lambat dan pembekuan darah dapat berlangsung. Pada saat yang sama,
penumpukan darah di luar pembuluh darah (hematoma) akan menekan balik pembuluh
darah sehingga membantu mencegah perdarahan lebih lanjut. Segera setelah
dinding pembuluh darah rusak, trombosit dalam darah akan teraktivasi (berubah
bentuk dan membentuk spina) dan melekat di tempat cedera.
Fungsi trombosit ialah:
1.
Menutup luka
dengan membentuk gumpalan trombosit pada tempat kerusakan pembuluh darah.
2.
Membuat
faktor pembekuan yaitu faktor trombosit dan trombostenin untuk memperkuat
gumpalan trombosit di samping fibrin.
3.
Mengeluarkan
serotonin untuk kontraksi pembuluh darah dan ADP (adenosine diphosphate) untuk mempercepat pembentukan gumpalan
trombosit.
“Lem” yang
mempertahankan trombosit dalam pembuluh darah ialah faktor von Willebrand,
suatu protein yang dihasilkan oleh sel-sel pada dinding pembuluh darah. Setelah
trombosit melekat di tempet cedera dan menumpuk membentuk suatu gumpalan
trombosit yang longgar, sebuah proses pembekuan bernama kaskade koagulasi darah
terinisiasi. Mekanisme pembekuan darah dibagi dalam 3 tahap dasar, yaitu :
1. Pembentukan
tromboplastin plasma intrinsik
(tromboplastogenesis), dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama TF3 (faktor
trombosit 3) dan faktor pembekuan lain (IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian
III dan VII) pada permukaan asing atau pada sentuhan dengan kolagen.
2.
Perubahan protrombin menjadi trombin yang dikatalisasi oleh tromboplasyin, faktor IV,
V, VII dan X. Trombin berperan pada tahap autokatalitik yang cepat, menyebabkan
trombosit labil sehingga mudah melepas TF dan meninggikan aktivitas
tromboplastin.
3.
Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, TF1 dan TF2
Mekanisme diatas tergambar dalam bagan
berikut ini, yaitu:
Hemostasis
sebenarnya merupakan proses yang dinamis sehingga setelah terbentuk bekuan
darah, faktor pembekuan tertentu akan teraktivasi agar memperlambat proses
pembekuan. Proses fibrinolisis mulai berlangsung sehingga bekuan darah lenyap
saat daerah luka sembuh. Fibrinolisis terjadi akibat aktivasi plasminogen
menjadi plasmin oleh faktor XII. Plasmin tidak terdapat dalam peredaran darah
normal karena dengan cepat akan dinon-aktifkan oleh inhibitor dalam plasma
(antiplasmin). Substrat normal untuk plasmin ialah fibrin degradation product (FDP) yang merupakan antikoagulansia dan
akan menghambat reaksi trombin-fibrinogen.
Gangguan atau
kelainan perdarahan (diatesis hemoragik) ialah suatu kecenderungan untuk
mengalami pembekuan darah dan perdarahan yang abnormal. Gangguan perdarahan
dapat merupakan hasil dari (1) abnormalitas trombosit kualitatif ataupun
kuantitatif, (2) abnormalitas faktor pembekuan kualitatif maupun kuantitatif,
(3) abnormalitas vaskuler, atau (4) fibrinolisis yang dipercepat.
Perdarahan mukosa
yang berlebihan sugestif ke gangguan trombosit, penyakit von Willebrand,
disfibrinogenemia atau vaskulitis. Perdarahan kedalam otot atau sendi dapat
dikaitkan dengan abnormalitas faktor pembekuan darah. Kelainan perdarahan ini
dapat bersifat kongenital atau didapat. Berikut ini merupakan tabel berisi
contoh abnormalitas pada gangguan perdarahan.
Kelainan
|
Kongenital
|
Akuisita
|
Vaskuler
|
·
Telangiektasi
hemoragika (Osler-Weber-Rendu)
·
Sindrom
Ehler-Danlos
|
·
Purpura
anafilaktoid (purpura Henoch-Schönlein)
·
Panvaskulitis
|
Trombosit
|
·
Anemia
Fanconi
·
Sindrom
Wiskott-Aldrich
·
Trombositopeni
dengan radii absens.
|
·
Anemia
aplastik
·
ITP
·
Defisiensi
B12 dan asam folat
·
Obat-obatan
(quinine, sulfa, antibiotik, aspirin, AINS)
·
Penyakit
tertentu (HIV, SLE, leukemia, hipersplenisme,
sirosis hepatis, RDS)
|
Faktor
Pembekuan
|
·
Hemofilia A
(defisiensi faktor VIII)
·
Penyakit
von Willebrand
·
Defisiensi
faktor pembekuan lain
|
·
Gangguan
fungsi hepar
·
Defisiensi
vitamin K
·
Terapi keganasan
·
Obat
antikoagulan seperti warfarin atau heparin
|
2. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
Kerusakan trombosit pada PTI
melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat pada membran
trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti antibodi (antibody – coated platelets) tersebut
dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial
lainnya. Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara PTI akut
maupun PTI kronis menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisologis
terjadinya trombositopenia diantara keduanya. Pada PTI akut telah dipercaya
bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang terbentuk saat
terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi,
yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang
meningkat selama terjadinya respon imun terhadap infeksi dapat berperan dalam
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit, disamping itu juga terjadi
aktivasi dan fiksasi komplemen C 5 – 9 pada permukaan trombosit yang
menyebabkan lisisnya trombosit 6 sedangkan pada PTI kronis mungkin
telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada autoimun
lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap trombosit.
Saat
ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP) permukaan trombosit
pada PTI, diantaranya GP Iib – Iia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi
antitrombosit meningkat pada PTI, perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut
dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum
diketahui.
Hal tersebut diatas yang menjelaskan
mengapa beberapa cara pengobatan terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan
PTI memiliki efektifitas terbatas , disebabkan mereka gagal mencapai target
spesifik jalur imunologis yang bertanggung jawab pada perubahan produksi dan
destruksi dari trombosit.2
Klasifikasi ITP
v Primer
o
Menurut
perjalanan klinisnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut 6
Ø ITP akut
·
Pada anak –
anak dan dewasa muda
·
Tidak ada
predileksi jenis kelamin
·
Riwayat
infeksi virus atau bakteri 1 – 3 minggu sebelumnya
·
Gejala
perdarahan bersifat mendadak
·
Lama penyakit
2 – 6 minggu, jarang lebih remisi spontan pada kasus 80 % kasus
Ø ITP kronis
·
Terjadi pad
wanita muda sampai pertengahan
·
Jarang ada
infeksi sebelumnya
·
Gejala
perdarahan bersifat menyusup, pada wanita biasanya berupa menomethtroragi
·
Lama penyekit
beberapa bulan sampai tahun
·
Jarang
terjadi remisi spontan 12
Tabel ITP akut dan kronik7
o
Menurut
permulaan tampilnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut
-
ITP perinatal
-
ITP anak –
anak
-
ITP dewasa
-
ITP kehamilan
v Sekunder
Terjadi akibat adanya kelainan/ penyakit lain
seperti
1. Induksi obat atau bahan kimia
2. Kelainan limfoproliferatif
3. Kanker
4. Infeksi
5. Penyakit autoimun lainnya
MANIFESTASI
KLINIS
o
Fase
prodromal berupa keletihan , demam.
o
Epistaksis,
perdarahan gusi , menometroraghi, hematuri dan melena
o
Mudah memar
o
Perdarahan
intrakranial merupakan penyulit berat, terjadi pada 1 % kasus. Terutama pada
pasien dengan trombosit < 5000 mm3
o
Perdarahan
trauma (cabut gigi, operasi)
o
Tidak ada
limfadenopati
o
Splen normal
atau Splenomegali ringan 6
Pemeriksaan Laboratorium
o Trombosit (sering <
20.000 - 30.000/mcL) dan sel-sel darah normal.
o Masa Perdarahan (BT,
Bleeding Time) memanjang
o Masa Protrombin (PT,
Prothrombin Time): normal
o Masa Protrombin Partial (PTT,
Partial PT): normal
o Pemeriksaan penghapusan
darah tepi:
-
Lekosit, Hb dalam keadaan normal kecuali ada perdarahan.
-
Trombosit lebih besar (lebih muda), tidak ada kumpulan trombosit
o
Pemeriksaan sumsum :
-
Hasil: Megakariosit normal atau bertambah pada ITP akut
o
Pemeriksaan antibodi terhadap
glikoprotein trombosit, misalnya dengan modified antigen-capture enzyme
linked immunosorbent assay (MACE) dan monoclonal antibody-specific
immobilization of platelet antigens (MAIPA).
Untuk kasus ITP kronis:
o
Trombosit biasanya 20.000 - 70.0000
o
Perlu memeriksa ANA, Anti DNA Ab, LED, tes Coombs & retikulosit
DIAGNOSIS
Gejala klinis berupa riwayat
perdarahan secara akut atau spontan, baik pada kulit, petekiae, purpura atau
perdarahan mukosa hidung (epistaksis) dan perdarahan mukokutaneus lainnya,
biasanya gejala tersebut didahului dengan infeksi virus/ bakteri atau pasca
imunisasi. Sedangkan pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya tanda – tanda
perdarahan seperti yang disebutkan diatas, kadang didapatkan pembesaran
splenomegali namun dalam hal kita harus tetap memikirkan kemungkinan penyakit
lain.2
Dari pemeriksaan laboratorium berupa trombositopenia,
retikulositosis ringan, anemia bila terjadi perdaran kronis, waktu perdarahan
memanjang, pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit agranuler atau tidak
mengandung trombosit
Antibodi monoklonal untuk mendeteksi glikoprotein
spesifik pada membran trombosit mempunyai spesifitas 85 %, belum digunakan
secara luas. Namun secara prinsip untuk mendiagnosis PTI adalah kita harus
menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain.2
Diagnosis
banding PTI 2
Diagnosis
banding trombositopenia
|
||
kelainan
|
Gambaran klinis
|
Laboratorium
|
Penurunan produksi trombosit
|
||
Kongenital
|
||
Trombositopenia
absent radius (TAR) syndrome
|
-
Tidak adanya tlg radius saat lahir
-
Ada kelainan skeletal yang lain
-
Adanya penyakit jantung bawaan(1/3 kasus)
|
Hitung trombosit
15.000
|
Anemia fanconi
|
-
Perawakan pendek
-
Hiperpigmentasi kulit
-
Hipoplasia ibu jari dan radius
-
Kelainan ginjal
-
Mikrosefali
-
Mikroftalmi
|
Pansitopenia
karena anemia aplastik
|
Thrombositopenia
amegakariositik
|
Tidak kelainan
skeletal seperti sindrom TAR
|
Trombositopenia
pada episode neonatal
|
Didapat
|
||
Leukimia
|
-
Riwayat kelelahan, demam, berat badan turun, pucat ,
nyeri tulang
-
Limfadenopati
-
Splenomegali
-
Hepatomegali(mungkin)
|
Leukosit
meningkat
Anemia
Sel blas pada
hapusan darah tepi (leukoeritroblastosis)
|
Anemia aplastik
|
-
Riwayat kelelahan, perdarahan atau infeksi berulang
-
Pemeriksaan fisik non spesifik
-
Tidak ada hepatomegali
|
Pamsitopenia
Neurotropenia
Hitung
retilkulosit rendah
|
Neuroblastoma
|
-
Massa diabdomen
-
Sindrom pananeoplastik
-
Gejala neurolik dari korda spinalis
|
Trombositopenia
karena metastasis ke sumsum tulang
|
Defisiensi
nutrisi
|
-
Riwayat nutrisi buruk atau diet khusus
-
Pucat lemah dan lelah
-
Defisit neurologi karena defisiensi vitamin B12
|
Anemia
megaloblastik
Hipersegmentasi
neutrofil
Retikulosit
rendah
Kadar vit B12
dan asam folat rendah
|
Obat-obatan
|
Riwayat
penggunaan obat-obatan atau perubahan dosis obat
|
|
Peningkatan destruksi trombosit
|
||
Imun
|
||
Neonatal
alloimune trombositopenia
|
Petekiae
meyeluruh beberapa jam setelah lahir
|
Hitung
trombosit ibu normal
|
Obat-obatan
|
Riwayat
penggunaan obat-obatan atau perubahan dosis obat
|
|
Infeksi HIV
|
Gejal dan tanda
infeksi sistemik HIV
|
Kelainan
sebagian atau seluruh deret sel
Konfirmasi
diagnostik serologi HIV
|
Purpura pasca
tranfusi
|
Riwayat trnfusi
trombosit dalam beberapa jam sebelumnya
|
Trombositipenia
akut
|
Penyakit
kolagen vaskular/autoimun
|
Gejala
sistemik, termasuk nyeri/pembengkakan sendi
|
Ada anemia
karena penyakit kronik
Leukosit kadang
abnormal
|
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan PTI pada anak meliputi tindakan
suportif dan terapi farmakologis. Tindakan suportif merupakan hal
penting dalam penatalaksanaan PTI pada anak, diantaranya 2 :
Ø Membatasi aktifitas fisik
Ø Mencegah perdarahan akibat trauma
Ø Menghindari obat yang dapat menekan produksi
trombosit atau merubah fungsinya
o
Obat yang
berhubungan dengan penurunan produksi trombosit:
§ Kemoterapi
§ Diuretik thiazide
§ Alkohol
§ Estrogen
§ Kloramfenikol
§ Radiasi terionisasi
o
Obat-obatan
yang berhubungan dengan destruksi trombosit
§ Sulfonamid
§ Quinidine
§ Kinina
§ Karbamazepin
§ Asam valproat
§ Heparin
§ digoksin
o
Obat –obatan
berhubungan dengan perubahan fungsi trombosit
§ Aspirin
§ Dipirodamol
Ø Memberikan pengertian kepada pasien dan atau orang
tua tentang penyakitnya
Ø Sebagian besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh
sempurna secara spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus
PTI pada anak didapatkan perdarahan kulit yang menetap , perdarahan mukosa atau
perdarahan internal yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau
pengobatan segera. Tranfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak
efektif karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.
Tindakan farmakologis
-
Kortikosteroid
peroral
Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan
pengobatan utama pada PTI karena dipercaya capat menghambat penghancuran
trombosit dalam sistem retikuloendotelial dan mengurangi pembentukan antibodi
terhadap trombosit serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang mengurangi
perdarahan.dosis 1- 2mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi atau ekuivalensinyan
terindikasi. Sartorius 1984, pada penelitian yang lebih besar menyimpulkan
waktu yang diperlukan untuk meningkatkan jumlah trombosit menjadi >
30.000/mm3 dan > 100.0000/mm3, serta uji tourniquet
yang normal ternyata secara bermakna lebih pendek pada kelompok prednison,
meskipun parameter perdarahan klinis tidak di evaluasi pada penelitian ini.
-
Imunoglobulin
intravena (IVIG)
Dengan
munculnya terapi IVIG beberapa penelitian menunjukkan peningkatan yang cepat
jumlah trombosit dengan efek samping yang minimal pada pengobatan dengan
tranfusi IVIG, seperti kortikosteroid IVIG juga menyebabkan blokade pada sistem
retikuloendotelial.IVIG dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat
(umumnya 48 jam), sehingga pengobatan pilihan untuk PTI dengan perdarahan yang
serius (berat secara klinis) menurut penelitian terbaru menunjukkan lebih baik
dan murah menggunakan dosis yang lebih rendah yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB
atau 0,25-0,5 gram/KgBB selama 2 hari dan memberikan efek samping yang lebih
kecil pula.
-
Anti-D untuk
pasien dengan rhesus D positif
Pengobatan
dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus positif dan
memiliki keuntungan berupa suntikan tunggal dalam waktu singkat. Namun selain
mahal , dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang memerlukan tranfusi darah
setelah dilakukan pengobatan ini.8
-
Splenektomi
tindakan tersebut jarang dilakukan
pada anak dengan PTI dan hany dianjurkan pada perdarahan hebat yang tidak
memberikan respons terhadap pengobatan dan dilakukan setelah menjadi PTI kronis
(> 6 bulan).
-
Beberapa
pengobatan lainnya yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak dengan PTI
adalah : Gamma interferon, tranfusi tukar plasma dan protein A _ immunoadsoption, alkaloid
Vinca (vincristin dan vinblastin), danazol, vitamin C dan siklofosfamid.
-
Pada beberapa
keadaan tertentu seperti adanya gejala neurologis , perdarahan internal atau pembedahan darurat memerlukan intervensi
segera. Metilprednisolon (30 mg /KgBB/hr maksimal 1 gr/hr selama 2-3 hari)
sebaiknya diberikan secara intravena dalam waktu 20-30 menit bersamaan dengan IVIG (1 gr/KgBB/hr selama 2-3 hari)
dan tranfusi trombosit 2 – 3 kali lipat dari jumlah yang biasa diberikan.
Pengobatan- pengobatan tersebut diatas
potensial memberikan efek samping yang serius, sehinggga penting bagi kita
untuk mempertimbangkan resiko-resiko tersebut
agar tidak merugikan pasien (“primum
no necere”). Oleh karena itu pengobatan pada anak yang menderita PTI
sebagian besar tetap berdasarkan pengalaman pribadi , pendekatan filosofi dan
pertimbangan – pertimbangan praktis. Ditambahlagi pengobatan-pengobatan
tersebut hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit yang rendah tapi tidak
mengobati penyakit yang mendasari. Sehingga kekambuhan sering terjadi.
PendekatanPengobatanITP.
Beberapa obat yang dipakai dalam pengobatan ITP merusak clereance autoantibody platelet oleh Fc (gamma) reseptor yang diekspresikan pada jaringan makrofag. Splenektomi bekerja sebagian oleh mekanisme ini, tetapi dapat juga mengganggu interaksi antara sel T dan sel B yang terlibat dalam sintesis antibodi pada beberapa pasien (1). Kortikosteroid juga dapat meningkatkan produksi platelet dengan menghambat kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan platelet, dan thrombopoietin dan agen thrombopoietic merangsang megakaryocyte progenitor (2). Banyak agen imunosupresif nonspesifik, seperti azathioprine dan siklosforin, yang bertindak pada tingkat sel T (3). Sebuah monoklonal antibodi terhadap CD154 yang masih dalam penyelidikan klinis, menargetkan sebuah costimulatory molekul yang diperlukan untuk optimasi T-sel-macrophage dan T-sel-sel B-interaksi yang terlibat dalam produksi antibodi (4). Imunoglobulin intravena mungkin berisi antiidiotypic antibodi yang akan menurunkan produksi autoantibody. Sebuah antibodi monoklonal yang mengenali CD20 diekspresikan pada sel B menyebabkan penipisan tersebut(5). Plasmapheresis transiently menghilangkan autoantibody dari plasma (6). Transfusi platelet digunakan untuk mengobati pendarahan parah dalam keadaan darurat (7). 9
Beberapa obat yang dipakai dalam pengobatan ITP merusak clereance autoantibody platelet oleh Fc (gamma) reseptor yang diekspresikan pada jaringan makrofag. Splenektomi bekerja sebagian oleh mekanisme ini, tetapi dapat juga mengganggu interaksi antara sel T dan sel B yang terlibat dalam sintesis antibodi pada beberapa pasien (1). Kortikosteroid juga dapat meningkatkan produksi platelet dengan menghambat kemampuan makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan platelet, dan thrombopoietin dan agen thrombopoietic merangsang megakaryocyte progenitor (2). Banyak agen imunosupresif nonspesifik, seperti azathioprine dan siklosforin, yang bertindak pada tingkat sel T (3). Sebuah monoklonal antibodi terhadap CD154 yang masih dalam penyelidikan klinis, menargetkan sebuah costimulatory molekul yang diperlukan untuk optimasi T-sel-macrophage dan T-sel-sel B-interaksi yang terlibat dalam produksi antibodi (4). Imunoglobulin intravena mungkin berisi antiidiotypic antibodi yang akan menurunkan produksi autoantibody. Sebuah antibodi monoklonal yang mengenali CD20 diekspresikan pada sel B menyebabkan penipisan tersebut(5). Plasmapheresis transiently menghilangkan autoantibody dari plasma (6). Transfusi platelet digunakan untuk mengobati pendarahan parah dalam keadaan darurat (7). 9
KOMPLIKASI
Trombositopenia berat dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa, yaitu hemoragi intrakranial, yang
untungnya jarang terjadi.
PROGNOSIS
Anak-anak biasanya sembuh secara spontan,
bahkan dari trombositopenia berat, dalam beberapa minggu ke bulan. Pada
orang dewasa, remisi spontan jarang terjadi. Namun, pada beberapa orang memiliki
penyakit ringan dan stabil (misalnya, menghitung trombosit di atas 30.000 μ L); kasus seperti itu mungkin lebih umum daripada yang
diduga sebelumnya. 10
Mencegah pendarahan:
Orang tua dari seorang anak dengan kelainan perlu menyadari tentang
bagaimana mencegah cedera dan berdarah.:
Pertimbangkan hal berikut: 11
- Dalam berolahraga, naik sepeda, dan permainan lain yang dapat menyebabkan trauma mungkin perlu dibatasi.
- Hindari obat-obatan yang mengandung aspirin, karena dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk mengendalikan pendarahan.
Daftar pustaka
- Dr. Rusepno Hasan, Dr. Husein Alatas. Penyakit perdarahan. IIdiopathic Thromobocytopenic Purpura.. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. 457-459, 479-482.
- Permono bambang . H, sutaryo, ugrasena .IDG, windiastuti endang, abdulsalam maria, purpura trombositopenik imun, buku ajar Hematologi-onkologi Anak, Edisi 2, jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005.Hal 133-143.
3.Danese MD, Lindquist K, Gleeson M, Deuson R, Mikhael J.
Biaya dan kematian yang berhubungan dengan rawat inap pada pasien dengan
kekebalan thrombocytopenic purpura. Am J Hematol. 16 Juli 2009.
4.Butros LJ, Bussel
JB. Intracranial hemorrhage in immune thrombocytopenic purpura: a
retrospective analysis. J Pediatr Hematol Oncol
Aug 2003;25(8):660-4.
5.Medeiros D, Buchanan
GR. Major hemorrhage in children with idiopathic thrombocytopenic purpura:
immediate response to therapy and long-term outcome. J Pediatr
. Sep 1998; hal 133(3):334-9.
6. Haribowo Sulistyo Andi. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Hematologi Purpura Trombositopenik Idiopatik, Jakarta: penerbit Salemba Medika: 2008. Hal 131-134
7. Bakta, I Made.
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, Hematologi Klinik dan Ringkas Jakarta: Cetakan pertama,
penerbit EGC. 2006 hal 127-129
8. Corrigan James.J. Purpura Trombositopenik
Idiopatik: behrman, kliegman,
Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 2. Jakarta. EGC, 2000. hal
1746-1747
9. Bromberg Michael E., Immune Thrombocytopenic
Purpura — The Changing Therapeutic Landscape. The New England Journal of Medicine.
October 19 2006 (online 20 desember 2009) Volume
355:1643-1645,
Avalaible from:
10. The merck manual healthcare for professional, Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura (ITP) Mei 2009 (online 25 desember 2009). Avalaible from:
11.
Anonim, Lucile Packard Children's Hospital. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura januari 2009 (online 21 desember 2009) Avalaible from: URL : http://www.lpch.org/diseaseHealthInfo/healthLibrary/hematology/bledidio.hm
12. Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto, Buku Saku Dasar Patologis penyakit. Edisi7. Purpura Trombositopenik Idiopatik, Jakarta: penerbit EGC. 2009. Hal 378-379
13 Mitchell Richard N, Cotran Ramzi S, Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Gangguan
Hemodinamik, Tombosis dan Syok, Jakarta: penerbit EGC. 2007. Hal 91 - 96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar