Senin, 09 November 2009

ANAK DENGAN AUTIS

PENDAHULUAN

Autisme di klasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi social yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Menuryt buku Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders-Fourth Edition (DSM-IV), gangguan autis dapat ditandai dengan 3 gejala utama, yaitu gangguan interaksi social, gangguan komunikasi, dan gangguan prilaku.

Gangguan autis pada anak-anak memperlihatkan ketidakmampuan anak tersebut ubtuk berhubungan dengan orang lain atau bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi dengannya. Mereka seolah-olah hidup dalam dunia mereka sendiri.

Autism pertamakali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1943. Dia mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang tertunda, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan stereotipik, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.

Ciri awal yang dapat diketahui adalah jika samapai usia 12 bulan, dia belum mengucap babbling (kata bayi). Kemudian hingga usia 18 bulan satu kata keluar darinya. Begitu pula di usia 24 bulan belum bisa membentuk kalimat yang paling sederhana sampai menginjak usia lebih besar, dia mengalami gangguan berbahasa, baik verbal dan nonverbal.

Terdapat dua tipe autis. Pertama, low functioning (IQ rendah). Pada autis low functioning, dia tidak akan dapat mengenal huruf maupun membaca. Maka dari itu penanganan yang diberikan hendaknya tidak diarahkan ke sana, tetapi lebih ke pengajaran kemandirian yang sifatnya basic lifes skill. Kedua adalah high functioning (IQ tinggi) atau yang biasa disebut asperger disorder. Anak autis tipe ini memiliki komunikasi yang baik akan tetapi kurang dapat berinteraksi.

Penyebab autism sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Banyak sekali pendapat yang bertentangan antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengenai hal ini. Namun diduga kuat berkaitan dengan faktor keturunan, khususnya hubungan antara ibu dan janin selama masa kehamilan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk MMR (Mumps dan Measles dan Rubella) bisa berakibat anak mengidap penyakit autis. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini berdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari autism, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.

EPIDEMIOLOGI

Autisme adalah salah satu kasus yang jarang ditemui, tetapi jika pemeriksaan yang teliti dilakukan di suatu rumah sakit maka. Prevalensi biasanya diperkirakan ada 3-4/10.000 anak. Autisme biasanya terjadi lebih banyak pada anak laki-laki dari pada anak perempuan dengan perbandingan 3-5 kali lebih banyak pada anak laki-laki. Pada anak-anak autis yang juga memiliki gangguan retardasi mental, maka prevalensinya mencapai antara 20 setiap 10 000 kasus. Penelitian di amerika memperkirakan anak-anak autisme mencapai 2 – 13 setiap 10000 anak. Beberapa penyakit sistemik, infeksi, dan neurologis menunjukkkan gejala seperti autistik atau member kecendrungan penderita pada perkembangan gejala autistik. Juga ditemukan peningkatan yang berhubungan dengan kejang.

ETIOLOGI

Penyebab autisme adalah spekulatif. Sebab genetic telah dilibatkan. Ada 80% angka persesuaian untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot. Apa yang sebenarnya diwariskan tidak seluruhnya jelas, abnormalitas kognitif dan kemampuan berbicara lebih lazim pada sanak keluarga anak autistic daripada populasi umum. Kelainan kromosom, terutama sindrom X yang mudah pecah (fragile), juga lebih lazim pada keluarga dengan autism.

Kelainan temuan neurokimia telah terkait dengan autisme. Meskipun fungsi dopamine diperkirakan normal pada autisme, baru-baru ini kelainan ditunjukkan dalam jumlah jalur katekolamin. Peningkatan kadar serotonin juga ditemukan.

Teori tentang penyebab lain meliputi cedera otak, infeksi virus,perubahan struktur serebellum. Ditemukan juga keterkaitan antara rhesus incomptability antara ibu dan anak terhadap penyebab autism.

PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus (TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom).
Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

  1. Faktor keluarga dan psikologi,Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan.
  2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf)

Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan keadaan autisme pada penderita

  1. Faktor genetik : Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga menderita penyakit yang sama.
  1. Faktor kekebalan tubuh :Berhubungan pada masa kehamilan, faktor kekebalan tubuh ibu yang tidak dapat mencegah infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan saraf bayi

DIANOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Diantara tanda dan gejala klinis yang paling penting adalah kemampuan komunikasi verbal dan non verbal yang kurang atau tidak berkembang, kelainan pada pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan social yang abnormal, tiadanya empati dan ketidakmampuan untuk berteman.

Sering juga memperlihatkan gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit dan keasyikan dengan bagian – bagian tubuh. Anak autistic menarik diri dan sering menghabiskan waktunya untuk bermain sendiri. Muncul perilaku ritualistic, yang mencerimankan kebutuhan anak untuk memlihara lingkungan yang tetap dan dapat diramalkan. Ledakan amarah dapat menyertai gangguan rutin. Kontak mata minimal atau tidak ada, tidak suka atau tidak bisa atau tidak mau melihat mata orang lain. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan menggosok permukaan dapat menunjukan penguatan kesadaran dan sensitivitas.

Jika berbicara memperlihatkan ekholalia, pembalikan kata ganti (pronominal), berpuisi yang tak berujung pangkal, dan bentuk bentuk bahasa aneh lainnya dapat menonjol.

Inteligensi dengan uji psikologis konvensional biasanya jatuh pada kisaran retardasi secara fungsional; namun, defisit dalam kemampuan berbicara dan sosialisasi membuatnya sulit memperoleh estimasi yang tepat dari potensi intelektual anak autistik. Dalam tes nonverbal yang dilakukan, beberapa anak autistic hasilnya cukup memadai, dan mereka yang kemampuan bicaranya berkembang dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Adakalanya anak autistik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot.

Meskipun mula – mula digambarkan sebagai penyakit sosial, kebanyakan riset telah memfokuskan pada defisit kognitif dan komunikatif pada autisme, dan terutama, pada tipe –tipe defisit pemprosesan kognitif yang paling Nampak pada situasi emosional. Ciri khas anak autistik juga menunjukan defisit dalam pemahamannya mengenai apa yang mungkin dirasakan atau dipikirkan orang lain, apa yang disebut kekurangan “teori berpikir”.



PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah mengurangi masalah prilaku, meningkatkan kemempuan belajar terutama kemempuan bahasa. Diperlukan suatu tim kerja terpadu untuk mendeteksi secara dini dan memberi penanganan yang sesuai dn tepat waktu. Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian

  1. Edukasi kepada keluarga

Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah.

  1. Penggunaan obat-obatan

Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan dokter. Tidak ada penggobatan yang spesifik untuk pasien dengan autisme. Terapi ini sifatnya hanya simptomatik. Pemberian medikamentosa harus jelas indikasi dan memperhatikan efek samping pada pasien Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah:

· Haloperidol, untuk menurunkan gejala prilaku seperti hiperaktivitas dan agresivitas yang membahayakan diri sendiri.

· Antidepressan, terutama golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) digunakan untuk mengatasi gejala mood dan prilaku, seperti ansietas, kecemasan, mengurangi sterotipik dan prilaku preseverativ dan mengurangi ansietas dan fluktuasi mood.

· Naltrexon dapat digunakan untuk mengatasi prilaku mencedrai diri sendiri atau mengamuk.

Selain itu juga ada terapi-terapi seperti terapi wicara, perilaku, integritas sosisl dan ocupasional.

1. Terapi wicara dan tingkah laku : program terapi disesuaikan dengan kebutuhan anak.

2. Integritas sosial : Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar

3. Terapi okopasional, diberikan pada anak yang mengalami gangguan motorik halus.

Dari beberapa penelitian terakhir, tatalaksana gangguan autisme yang berkembang aadalah terapi perilaku, terapi ini dipercaya terapi paling penting. Dasarnya adalah perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan system reward dan punishment. Pemberian hadiah akan meningkatkan munculnya perilaku yang diinginkan, sedangakan hukuman akan menurunkan perilaku yang tidak diinginkan.

Diet

Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan kaitan IgE dengan penderita Autism. Obanion dkk, tahun 1987 melaporkan setelah melakukan eliminasi makanan beberapa gejala autisme dan autisme infantil tampak membaik secara bermakna. Lucarelli dkk, tahun 1995 juga telahmelakukan penelitian dengan eliminasi diet didapatkan perbaikkan pada penderita autisme infantil. Didapatkan juga IgA antigen antibodi specifik terhadap kasein, lactalbumin atau beta-lactoglobulin dan IgG, IgM terhadap kasein.

Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan gejala pada anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan penanganan elimnasi diet alergi. Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul. Penelitian yang dilakukan Vodjani dkk, tahun 2002 menemukan adanya beberapa macam antibody terhadap antigen spesifik neuron pada anak autisme, diduga terjadi reaksi silang dengan protein ensefalitogenik dari susu sapi., Chlamydia pnemoniae dan streptococcus group A.

Penderita Autisme disertai alergi makanan sering mengalami gangguan sistem imun. Diantaranya adalah adanya gangguan beberapa tipe defisiensi sistem imun berupa defisiensi myeloperoxidase, Severe Combined Immunodeficiency Disease (SCID), defisiensi Ig A selektif, defisiensi komplemen C4b dan kelainan autoimun lainnya. Adanya gangguan tersebut mengakibatkan adanya gangguan sistem imun yang berfungsi menghancurkan jamur, virus dan bakteri. Hal ini mengakibatkan penderita autisme sering mengalami gangguan infeksi jamur (candidiasis), infeksi saluran napas dan mudah terkena penyakit infeksi lainnya secara berulang.

Prinsip – prinsi diet pada pasien ini adalah makanan-makan yang mudah dicerna serta menarik dalam penyajiannya. Komposis dari diettersebut adalh sebagi berikut :

- Bebas ragi

- Bebas casein

- Bebas gluten

- Berikan tambahan suplement berupa vitamin A, vitamin C, vitamin B6 and magnesium, asam folat, vitamin B12, omega-3 dan lain-lain

Prognosis

Beberapa anak yang mengalami gangguan berbicara, dapat tumbuh pada kehidupan marginal, dapat berdiri sendiri sekalupun terisolasi dalam kehidupan bermasyarakat, anamun untuk beberapa anak penemapatan alam pada instuisi merupakan akahir akhir Beberapa anak autis tumbuh dan menjalani hidup yang mandiri. Yang lain selalu membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Prognosis pasien secara umum buruk, tetapi pada beberapa pasien autis prognosis yang lebih baik adalah keterkaitan dengan intelegensia yang lebih tinggi, kemampuan berbicara fungsional, serta kurangnya gejala dan perilaku yang aneh. Gejala – gejala dsering berubah karena anak-anak tumbuh semaki tua. Kejang-kejang serta mencelakan diri sendiri semakin lazin dengan perkembangan usia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar