Senin, 09 November 2009

STROKE

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (global) yang berkembang cepat dalam detik atau menit. Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan kematian.

Mekanisme vaskular yang menyebabkan stroke dapat diklasifikasikan sebagai :

  1. Infark, dapat berupa emboli atau trombosis
  2. Hemoragik

Epidemiologi

Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.

Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.

Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.

Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.

Klasifikasi

Stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

  1. Stroke iskemik
  2. Stroke hemoragik

Sekitar 80-85% kasus stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan trombus yang terbentuk di dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu oragan seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Stroke iskemik ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa subtipe stroke, yaitu :

ü Stroke lakunar

ü Stroke trombotik pembuluh besar

ü Stroke embolik

ü Stroke triptogenik

Klasifikasi yang kedua adalah stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15-20% dari semua kasus stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Seperti stroke iskemik, stroke hemoragik juga memiliki beberapa subtipe, yaitu :

ü Perdarahan intraserebrum

ü Perdarahan subaraknoid

Etiologi dan Patogenesis

I. Stroke Iskemik

Penyebab stroke iskemik adalah sebagai berikut :

  1. Trombosis arteri atau vena pada SSP yang dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari trias Virchow :

ü Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya peyakit degeneratif, dapat juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi)

ü Abnormalitas darah, misalnya polisitemia

ü Gangguan aliran darah

  1. Embolisme yang dapat berupa komplikasi dari penyakit degeneratif arteri SSP, penyakit katup jantung, fibrilasi atrium, ataupun infark miokard yang baru terjadi

Penyebab tersering stroke adalah penyakit degeneratif arterial, baik arterosklerosis pada pembuluh darah besar maupun penyakit pembuluh darah kecil (lipohialinosis). Kemungkinan berkembangnya penyakit degeneratif arteri yang signifikan meningkat pada beberapa faktor risiko vaskular, yaitu :

ü Umur

ü Riwayat penyakit vaskular dalam keluarga

ü Hipertensi

ü Diabetes melitus

ü Merokok

ü Hiperkolestrolemia

ü Alkohol

ü Kontrasepsi oral

ü Fibrinogen plasma

II. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Perdarahan subaraknoid paling sering terjadi akibat :

ü Ruptur aneurisma yang umumnya terjadi pada percabangan sirkulus Willisi

ü Malformasi arteriovenosa

ü Trauma

ü Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli septic dari endokarditis infektif

ü Koagulopati

Adapun perdarahan intraserebri dapat disebabkan oleh :

ü Hipertensi, dengan pembentukan mikroaneurisma (aneurisma Charcot-Bouchard)

ü Perdarahan tumor

ü Trauma

ü Gangguan pembuluh darah dapat berupa malformasi arteriovenosa, vaskulitis, amiloidosis

Patafosiologi

I. Patofisiologi stroke iskemik

Penyebab stroke iskemik adalah trombus dan emboli. Trombus dapat terjadi di pembuluh darah otak atau pembuluh darah organ distal. Trombus tersebut paling sering terjadi karena aterosklerosis. Thrombus yang terbentuk tersebut dapat lepas kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Sumber embolus yang paling sering adalah dari jantung, yang terbentuk akibat fibrilasi atrium, infark miokardium, penyakit jantung rematik, ataupun penyakit katup jantung.

Thrombus ataupun emboli yang terdapat di pembuluh otak akan mengakibatkan terjadinya suatu obstruksi atau sumbatan di pembuluh darah otak yang terkena. Obstruksi itu akan menyebabkan iskemik jaringan otak sehingga menyebabkan timbulnya sindrom neurovaskular.

Adapun sindrom neurovascular yang dapat terjadi berdasarkan tempat terjadinya obstruksi adalah sebagai berikut :

a. Arteri karotis interna, menimbulkan :

ü Kebutaan satu mata, dapat terjadi akibat insufisiensi a. retinalis

ü Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral

ü Lesi dapat terjadi di daerah antara a. serebri anterior dan media atau a. serebri media

Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.

b. Arteri serebri media (tersering), menimbulkan :

ü Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan)

ü Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan kontralateral)

ü Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena) : gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi

ü Disfasia

c. Arteri serebri anterior, menimbulkan :

ü Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai, gerakan volunteer tungkai yang bersangkutan terganggu

ü Defisit sensorik kontralateral

ü Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik (menandakan disfungsi lobus frontalis)

d. Sistem vertebrobasiliar (manifestasi biasanya bilateral) menimbulkan :

ü Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas

ü Meningkatnya refleks tendon

ü Ataxia

ü Tanda babinsky bilateral

ü Gejala-gejala serebrum, seperti tremor intension, vertigo

ü Disfagia

ü Disartria

ü Syncope, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi

ü Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis satu gerakan mata, hemianopsia homonim)

ü Tinitus, gangguan pendengaran

ü Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah

e. Arteri serebri posterior, menimbulkan :

ü Koma

ü Hemiparesis kontralateral

ü Afasia visual atau buta kata (aleksia)

ü Kelumpuhan saraf kranialis ketiga : hemianopsia, koreoatetosis

II. Patofisiologi stroke hemoragik

Perdarahan intrakranial, baik perdarahan subaraknoid maupun perdarahan intraserebrum dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua :

ü Tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang volumenya tetap

ü Vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan pia mater.

Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Namun apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkinan mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan ciri khas perdarahan subaraknoid (PSA).

Gambaran Klinis

Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena, yaitu sebagai berikut :

1. Infark total sirkulasi anterior (karotis) :

a. Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal)

b. Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus)

c. Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya fungsi visuospasial (hemisfer nondominan)

2. Infark parsial sirkulasi anterior : hemiplegia dan hemianopia, atau hanya deficit kortikal saja

3. Infark lakunar : penyakit intrinsik (lipohyalinosis) pada arteri kecil profunda menyebabkan sindrom yang karakteristik, misalnya stroke motorik murni atau stroke sensorik murni, atau hemiparesis ataksis. Infark lakunar multiple dapat menyebabkan defisit neurologis multiple termasuk gangguan kognitif (demensia multi infark) dan gangguan pola berjalan yang karakteristik, seperti langkah-langkah kecil dan kesulitan untuk mulai berjalan (kegagalan ignisi)-apraksia pola berjalan (gait apraxia)

4. Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar)

a. Tanda-tanda lesi batang otak (misalnya vertigo, diplopia, perubahan kesadaran)

b. Hemianopia homonym

5. Infark medulla spinalis

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis

Stroke merupakan diagnosis klinis.

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk :

1. Mencari penyebab

2. Mencegah rekurensi dan pada pasien yang berat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan perburukan fungsi SSP

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien stroke meliputi :

1. Darah lengkap dan LED

2. Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid

3. Rontgen dada dan EKG

4. CT Scan kepala

CT Scan mungkin tidak perlu dilakukan oleh semua pasien, terutama jika diagnostik klinis sudah jelas. Tetapi pemeriksaan ini berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan yang berguna dalam menentukan tatalaksana awal. Pemeriksaan ini juga menyingkirkan diagnosis banding yang penting (tumor intrakranial, hematoma subdural)

Komplikasi dan Perjalanan Penyakit

Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkna kematian lebih awal, yaitu :

1. Pneumonia, septicemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih)

2. Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/ DVT) dan emboli paru

3. Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung

4. Ketidakseimbangan cairan

Sekitar 10 % pasien dengan infark miokard serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50% pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka panjang meliputi :

1. Ulkus dekubitus

2. Epilepsy

3. Jatuh berulang dan fraktur

4. Spastisitas, dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu (frozen shoulder)

5. Depresi

Terapi

Pasien dengan disabilitas neurologis yang signifikan harus segera dirawat, terutama di unit spesialistik. CT Scan segera dapat membedakan lesi stroke iskemik atau hemoragik, sehingga pada stroke iskemik, aspirin 300mg/hari dapat segera diberikan. Terdapat bukti bahwa kombinasi dipiridamol dan aspirin lebih efektif daripada pemberian aspirin saja. Jadi dipiridamol sebaiknya diberikan sedini mungkin pada stroke iskemik, dengan dosis 25 mg 2x sehari dan diingkatkan bertahap (selama 7-14 hari) hingga 200 mg 2x sehari dengan preparat lepas lambat. Monoterapi dengan klopidogrel 75 mg/ hari diberikan jika pasien tidak dapat mentoleransi aspirin.

Hingga saat ini belum ada terapi medikamentosa yang pasti efektif untuk memulihkan stroke iskemik. Penggunaan rutin heparin tidak direkomendasikan karena resiko perdarahan intrakranial atau ekstrakranial yang lebih berat daripada keuntungannnya. Akan tetapi, heparin intravena dapat dberikan dalam keadaan khusus, misalnya pada pasien yang mengalami perburukan gejala akibat trombosis vertebrobasilar. Peran terapi trombolitik masih belum jelas. Di Amerika Serikat, pengguanaan activator plasminogen jaringan (alteplase) dalam 3 jam dan mungkin 6 jam dari onset stroke iskemik direkomendasikan. Sedangkan di Inggris, dimana jasa pelayanan kesehatan belum dapat mencapai diagnosis klinis, maka transfer ke rumah sakit dan pencitraan otak dengan cepat begitu pula penggunaan terapi trombolitik masih sangat terbatas pada konteks uji klinis terkontrol.

Pencegahan

Rekurensi dapat dicegah dengan memodifikasi faktor risiko, terutama berhenti merokok dan manipulasi diet (rendah lemak hewani, rendah garam, menghindari konsumsi alkohol berlebihan) dan penggunaan obat-obat penurun kolesterol, misalnya pravastatin. Untuk jangka panjang, penting dilakukan kontrol tekanan darah. Untuk 2 minggu pertama setelah stroke iskemik, sebaiknya pasien tidak diberi terapi anti hipetensi yang melebihi terapi sebelum stroke, kecuali terdapat bukti adanya hipertensi maligna. Penurunan tekanan darah yang terlalu capat dapat memperburuk iskemia pada region dimana sirkulasi serebri sudah berkurang.

Terapi anti platelet diindikasikan untuk seumur hidup, diberikan sedini mungkin setelah terjadi infark serebri. Dosis awal aspirin (300mg/ hari) dapat diturunkan menjadi 75mg/ hari setelah 4 minggu. Pada fibrilasi atrium dan penyakit jantung lain yang dapat menjadi sumber emboli, dapat diberikan profilaksis anti koagulan dengan warfarin.

Prognosis

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.

Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia P, Lorraine W, eds. 2005. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penyakit Cerebrovascular. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2: 1105-30.

2. Andradi, Almaksier, Samino, eds. 1985. Penyakit Peresaran Darah Otak (Stroke). Terapi Medikamentosa pada Stroke Iskemik. Jakarta: FKUI, p.45-52.

3. Ginsberg L. 2007. Neurologi. Stroke. 8th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga, p. 89-99.

4. Mardjono M, Sidharta P, eds. 2008. Neurologis Klinis Dasar. Mekanisme Gangguan Vascular Susunan Saraf. Jakarta: Dian Rakyat, p.269-92.

5. Corwin E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, p. 166-7,181-2.

6. Health Media Ventures. 2009. Ischemic versus hemorrhagic stroke. Accessed 2nd February 2009. Available from Health.com : file:///F:/Hasil%20Penelusuran%20Gambar%20Google%20untuk%20http--www_health_com-health-static-hw-media-medical-hw-h5551195_jpg.htm/

7. National Stroke Association. 2008. Controllable Risk Factors. Accessed 3rd February 2009. Available from Google.com : file:///F:/National%20Stroke%20Association%20Stroke%20Risk%20Reduction.htm/

8. World Confederation for Physical Therapy. 2007. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Stroke Kondisi Akut. Accessed 3rd February 2009. Available from : file:///F:/Hasil%20Penelusuran%20Gambar%20Google%20untuk%20http--binhasyim_files_wordpress_com-2007-12-stroke_isc_web_jpg.htm/

9. Misbach J, Kalim H. 2006. Stroke Mengancam Usia Produktif. Accessed 3rd February 2009. Available from Medicastore.com : http://www.medicastore.com/stroke/

10. Wikimedia Foundation. 2009. Stroke. Accessed 3rd February 2009. Available from Wikipedia.co.id:file:///F:/Strok%20-%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar